Wednesday 11 March 2015

Dakwah Rasulullah SAW Periode Mekkah

Diantara sekian banyak kota disemenanjung Arabia, salah satu kota terpentingnya adalah Makkah. Kota Makkah ini terkenal diantara kota-kota lain diseluruh Jazirah Arab, karena kota ini menjadi jalur perdagangan penting yang menghubungkan antara Negeri Yaman diselatan dan Suriah di sebelah utara.
Disamping itu, keberadaan ka'bah ditengah-tengah kota Makkah juga, memberikan pengaruh tersendiri bagi kota ini, karena ia menjadi pusat keagamaan berbagai Kabilah dan suku-suku diseluruh negeri Arab.[1]
Diantara suku-suku yang paling berpengaruh disekitar Makkah adalah suku Quraisy. Dimana suku Quraisy sejak berabad-abad lamanya memainkan peranan penting dalam peraturan sosial masyarakat Arab, karena mereka secara turun-temurun dikenal sebagai pengurus Ka'bah dan tempat-tempat bersejarah lainnya. Peranan tersebut menyebabkan suku Quraisy dimuliakan oleh kabilah-kabilah lainnya diseluruh Jazirah Arab.[2]
Suku Quraisy merupakan keturunan langsung dari Fihr, yaitu salah seorang putra Nabi Ismail as. Salah seorang keturunan Fihr yang bernama Qusay memiliki sepuluh orang putra yang kemudian menjadi tokoh-tokoh berpengaruh di Mekkah. Kesepuluh keturunan Qusay digelari dengan nama bapak mereka, yakni (1) Bani Hasyim, (2) Bani Umayyah, (3) Bani Nawfal, (4) Bani Abd al-Darr, (5) Bani As'ad, (6) Bani Taym, (7) Bani Zuhrah, (8) Bani 'Adiy, (9) Bani Jum'ah, dan (10) Bani Sahm. Setiap keluarga dari tiap Bani memegang jabatan dalam majlis tertentu, seperti majlis al-Siqayah yang menangani masalah air Zamzam, al-Rifadah yang menangani konsumsi dan akomodasi jamaah haji, dan majlis al-Nadwa yang bertugas sebagai administratur kepemerintahan. Pembagian itu diputuskan sesuai kesepakatan yang diambil melalui musyawarah di suatu lembaga yang disebut Dar al-Nadwah.[3]
Corak dakwah Nabi SAW pada periode Makkah lebih dititik tekankan pada penguatan bidang akidah, dimana beliau Nabi SAW mengajak penduduk Makkah agar menyembah Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya, serta meninggalkan tradisi-tradisi tak beradab ala jahiliyah.
Pada masa ini (periode Makkah) tidak terdapat ajaran-ajaran tekhnis (amaliah) yang cenderung  memberatkan. Umat Islam hanya diajak kembali kebangunan tauhid dan menjauhi penyekutuan atas Allah SWT. Oleh karena itulah dalam surat-surat Makkiyah (surat-surat yang diturunkan di Makkah), seperti surat Yunus, al-Ra'd, al-Furqan, Yasin atau surat al-Hadid, tidak terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang hukum-hukum amaliyah (Fiqh), melainkan lebih ditekankan pada pembentukan aqidah, akhlak, atau kisah-kisah ummat terdahulu yang ditimpa bencana akibat pengingkaran terhadap Nabi-nabi terdahulu.[4] 
Disamping itu, ayat-ayat Makkiyah semuanya menggunakan redaksi Yaa Ayyuhannaas (Wahai Manusia) dalam menyapa obyek dakwahnya. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah umumnya menggunakan redaksi Yaa Ayyuhalladziina Aamanuu (Wahai orang-orang yang beriman). Menurut Muhammad al-Hudhari, redaksi Yaa Ayyuhalladziina Aamanuu dalam surat Madaniyah hanya terdapat pada tujuh tempat saja, sedangkan sisanya memakai ungkapan Yaa Ayyuhannaas. Hal ini menunjukan adanya perbedaan perbedaan obyek dan orientasi dakwah pada dua periode tersebut.[5]
Setelah mendapat wahyu digua Hira' dan secara resmi diangkat sebagai Nabi (utusan Allah SWT), maka sasaran dakwah Nabi adalah keluarga dekat dan sahabat-sahabatnya. Secara sembunyi-sembunyi beliau mengajak mereka agar kembali kepada bangunan tauhid yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as dan meninggalkan penyekutuan terhadap Allah SWT.
Dari sekian upaya yang beliau lakukan, ada diantara mereka yang menerima secara langsung dan ada pula yang menolaknya. Yang menolak ada yang dilakukan secara halus dan ada pula yang dilakukan dengan kasar. Namun karena Nabi Muhammad mendapat pembelaan dari Abu Thalib, sesepuh kaum Quraisy yang sangat dihormati, penolakan itu tidak sampai menjurus kasar dan aniaya.[6]
Selain itu, Nabi juga acap kali mengadakan dialog-dialog dan pertemuan-pertemuan tertutup dengan pemimpin-pemimpin Quraisy, seraya mengharap semoga mereka masuk islam. Nabi juga berkeliling kerumah-rumah penduduk atau kepasar-pasar seorang diri guna menyeru masyarakat agar mereka menyembah Allah SWT dan meninggalkan pemujaan-pemujaan terhadap berhala. Dan selama itu pula Nabi SAW tak jarang mendapat cacian, cemoohan, hingga lemparan dari mereka yang tidak mau menerima dakwah (ajakan) Nabi SAW.[7] 
Walaupun demikian, tak jarang pula ada yang bersimpati terhadap ajakan beliau, sehingga secara sembunyi-sembunyi mereka menyatakan diri masuk Islam.
Beragam reaksi pun muncul, terutama dari tokoh-tokoh masyarakat, saudagar-saudagar kaya, dan para pemilik budak yang merasa terancam dengan dakwah Nabi SAW. Mereka menolak ajaran Nabi yang menekankan keadilan sosial dan persamaan derajat. Sebab ajaran tersebut akan mengancam status sosial dan kedudukan mereka.
Dalam perekembangan berikutnya, beragam siasat dirancang untuk membatasi gerak Muhammad SAW. Salah satunya adalah dengan melakukan tindak kekerasan terhadap para pemeluk agama Islam. Secara keseluruhan, hampir semua umat Islam saat itu mendapat siksaan yang pedih dari kaum Kafir Quraisy. Mereka diejek, disoraki, dilempari batu, kotoran binatang, dihalangi melakukan ibadah di Ka'bah, dicambuk, bahkan dijemur diterik matahari.[8]
Dari perlakuan semacam ini, kemudian mendorong Nabi untuk mengungsikan para pengikutnya keluar dari kota Makkah. Dan Habasyah (Ethiopia) adalah tempat yang dipilih Nabi SAW sebagai tempat pengungsian, hal itu karena Raja Habasyah dikenal sebagai Raja yang Adil dan lapang dada menerima tamu.
Dan pada bulan Rajab tahun kelima setelah kenabian, berangkatlah 15 orang yang terdiri dari 10 Laki-laki dan 4 orang perempuan menuju Habasyah. Sementara gelombang kedua berjumlah 80-an orang. Dengan demikian, jumlah kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah berjumlah kurang lebih 100 Orang.[9]         
Setelah kaum kafir Quraisy tau dengan kejadian tersebut, maka kemudian mereka membuat strategi baru untuk menghalangi dakwah Nabi SAW, yakni dengan melumpuhkan Bani Hasyim yang selama ini selalu memberikan ruang gerak atas dakwah Nabi SAW. Dalam pandangan mereka, kekuatan Nabi Muhammad SAW adalah terletak pada perlindungan Bani Hasyim terhadapnya, sehingga jika Bani Hasyim dilumpuhkan, maka otomatis dakwah Nabi pun akan ikut lumpuh. Kaum kafir Quraisy melarang siapapun untuk melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk hubngan jual-beli, pernikahan dan lain sebagainya. Akibatnya, para keluarga Bani Hasyim mengalami kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan mendalam, sehingga mereka memutuskan untuk mengungsi kesuatu lembah diluar kota Makkah.
Pemboikotan yang berlangsung selama tiga tahun ini, akhirnya dihentikan, karena diantara pemimpin kafir Quraisy ada yang menyadari bahwa tindakan mereka itu sudah sangat keterlaluan. Kesadaran itulah yang membuat mereka menghentikan blokade massal dan membiarkan Bani Hasyim kembali ke kota Makkah serta bisa berinteraksi dengan dunia luar.[10]
Walaupun telah membebaskan Bani Hasyim dari belenggu pemboikotan, namun resistensi Kaum Quraisy terhadap Nabi dan pengikutnya tidak banyak berubah.
Namun perlakuan semacam itu tidak menyurutkan semangat Nabi untuk terus berjuang. Dan dalam kenyataannya, jumlah pengikut Nabi kian hari kian bertambah, walaupun tekanan pihak kafir Quraisy juga semakin gencar. Pada masa ini, mayoritas pengikut Nabi SAW adalah kaum wanita, budak-budak, kaum pekerja, orang-orang miskin, dan orang-orang tertindas. Hanya sedikit diantara mereka yang berasal dari golongan orang-orang terpandang.
Perlakuan kurang manusiawi Kafir Quraisy baru berhenti setelah Nabi dan sahabat-sahabatnya melakukan Hijrah ke Madinah. Jarak yang sangat jauh antara Makkah dan Madinah, serta perlindungan yang diberikan penduduk Madinah kepada kaum muslimin.
Selama 13 tahun Rasulullah SAW berdakwah di Mekah bertemakan tauhid mengesakan ALLAH SWT & menentang segala bentuk syirik kurafat tauhid dan tahyul. Penumpuan pada zaman ini lebih kepada bersifat penyediaan individu yang mantap dan kuat dalam menentang kegilaan para pelampau kafr dan musyrik kerana menghalang penyebaran dakwah Islam. Jangka masa 13 tahun adalah kritikal dan menyesakan umat islam.
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:
1. Tahapan dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
2. Tahapan dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ke Madinah.
3. Tahapan dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah- dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Antara sumbangan dan perubahan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di Mekah ialah:
Akidah
Rasulullah SAW telah membawa perubahan besar dalam aspek ini. Semasa Zaman Jahiliyah sebahagian besar masyarakatnya menyembah berhala ynag membawa konsep pelbagai tuhan, yang kemudian berubah kepada akidah tauhid serta mengesakan Allah SWT dan menolak segala yang menyekutukan Allah SWT. Hal ini merupakan suatu perubahan yang besar dan agak sukar ditukar dalam kalangan masyarakat Arab, karena dari zaman ke zaman mereka menyembah pelbagai berhala yang dijadikan sebagai tuhan mereka.
Akhlak
Di samping Rasulullah SAW berusaha untuk memperbaiki akidah masyarakat Arab, baginda juga telah bertungkus lumus untuk memperbaiki akhlak masyarakat Arab agar selaras dengan ajaran Islam. Baginda menekankan konsep tolong menolong, hormat menghormati, kasih mengasihi, suci hati, rela mengorbankan diri dan sebagainya demi mewujudkan perpaduan umat. Baginda juga turut bertindak menentang adat istiadat serta pegangan masyarakat yang membawa kesan buruk terhadap masyarakat seperti semangat fanatik terhadap suku, dengki mendengki, dendam mendendami, bangga membangga dan lain-lain yang boleh menjelaskan semangat keharmonian masyarakat.



[1] Ensiklopedi Islam, Op.cit. Vol III, huruf "M", hal 258.
[2] Peranan Quraisy semakin penting setelah diutusnya Nabi Muhammad SAW (salah seorang turunan Quraisy) sebagai Rasul terakhir bagi umat manusia. Apalagi intonasi bahasa arab (lahjat) yang digunakan al-qur'an adalah lahjat suku Quraisy. Lihat Ahmad bin Abi Ya'qub al-Abbasi, Op.cit. Vol I, hal 261
[3] Ensiklopedi Islam, Op.cit. vol III, huruf "K", hal 78
[4] Abdul Wahhab Khalaf, Khulashah al-Tasyri' al-Islami, al-Daar al-Kuwaitiyah, Kuwait, cet ketiga 1388H/1968M, hal 9-10.
[5] Lihat : Muhammad Hudhari, Tarikh al-Tasyri' al-Islami, Sankapura, Jeddah, hal 11-12.                      
[6] Orang yang pertama kali masuk islam adalah istrinya, Khadijah, lalu disusul oleh kemenakannya, Ali bin Abi Thalib, serta sahabat karibnya, Abu Bakar dan Zaid bin Haritsah (anak angkatnya) serta Ummu Aiman (salah satu pengasuhnya sejak kecil).  Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa temannya, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam.
[7] Mengenai detai perjuangan-perjuangan Nabi SAW dan perlakuan kasar yang beliau terima dari penduduk Makkah, silahkan buka antara lain : Abu al-Fada' Ismail bin Umar bin Katsir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Maktabah al-Ma'arif, Beirut, vol III, hal 41-46.
[8] Detil-detil penyiksaan terhadap kaum muslimin selama berada di Makkah ini dapat anda teliti antara lain, pada Abdul Wahid al-Syaibani, Al-Kamil fi al-Tarikh, Daar al-Kutub al-Ilmiyah, Vol 2, tahun 1415H/1995M, hal 588-591.
[9] Kisah lengkap pengungsian kaum Muslimin ke Ethopia dan penghormatannya dari Raja Najasyi terhadap mereka kaum muslim, dapat anda lihat pada Ibnu Katsir, Op.cit hal 61-84, dan al-Syaibani, Op.cit hal 592-593.
[10] Kisah lengkap pemboikotan serta penderitaan yang dialami Bani Hasyim selama pemboikotan, lihat Ibnu Katsir, Op.cit hal 84-92.

No comments:

Post a Comment