Diantara
sekian banyak kota disemenanjung Arabia, salah satu kota terpentingnya adalah
Makkah. Kota Makkah ini terkenal diantara kota-kota lain diseluruh Jazirah
Arab, karena kota ini menjadi jalur perdagangan penting yang menghubungkan
antara Negeri Yaman diselatan dan Suriah di sebelah utara.
Disamping itu, keberadaan
ka'bah ditengah-tengah kota Makkah juga, memberikan pengaruh tersendiri bagi
kota ini, karena ia menjadi pusat keagamaan berbagai Kabilah dan suku-suku
diseluruh negeri Arab.[1]
Diantara suku-suku yang
paling berpengaruh disekitar Makkah adalah suku Quraisy. Dimana suku Quraisy
sejak berabad-abad lamanya memainkan peranan penting dalam peraturan sosial masyarakat
Arab, karena mereka secara turun-temurun dikenal sebagai pengurus Ka'bah dan
tempat-tempat bersejarah lainnya. Peranan tersebut menyebabkan suku Quraisy
dimuliakan oleh kabilah-kabilah lainnya diseluruh Jazirah Arab.[2]
Suku Quraisy merupakan
keturunan langsung dari Fihr, yaitu salah seorang putra Nabi Ismail as.
Salah seorang keturunan Fihr yang bernama Qusay memiliki sepuluh orang putra
yang kemudian menjadi tokoh-tokoh berpengaruh di Mekkah. Kesepuluh keturunan
Qusay digelari dengan nama bapak mereka, yakni (1) Bani Hasyim, (2) Bani
Umayyah, (3) Bani Nawfal, (4) Bani Abd al-Darr, (5) Bani As'ad, (6) Bani Taym,
(7) Bani Zuhrah, (8) Bani 'Adiy, (9) Bani Jum'ah, dan (10) Bani Sahm. Setiap
keluarga dari tiap Bani memegang jabatan dalam majlis tertentu, seperti majlis
al-Siqayah yang menangani masalah air Zamzam, al-Rifadah yang menangani
konsumsi dan akomodasi jamaah haji, dan majlis al-Nadwa yang bertugas sebagai
administratur kepemerintahan. Pembagian itu diputuskan sesuai kesepakatan yang
diambil melalui musyawarah di suatu lembaga yang disebut Dar al-Nadwah.[3]
Corak dakwah Nabi SAW pada
periode Makkah lebih dititik tekankan pada penguatan bidang akidah, dimana
beliau Nabi SAW mengajak penduduk Makkah agar menyembah Allah SWT, tidak
menyekutukan-Nya, serta meninggalkan tradisi-tradisi tak beradab ala jahiliyah.
Pada masa ini (periode
Makkah) tidak terdapat ajaran-ajaran tekhnis (amaliah) yang
cenderung memberatkan. Umat Islam hanya diajak kembali kebangunan
tauhid dan menjauhi penyekutuan atas Allah SWT. Oleh karena itulah dalam
surat-surat Makkiyah (surat-surat yang diturunkan di Makkah), seperti surat
Yunus, al-Ra'd, al-Furqan, Yasin atau surat al-Hadid, tidak terdapat ayat-ayat
yang menerangkan tentang hukum-hukum amaliyah (Fiqh),
melainkan lebih ditekankan pada pembentukan aqidah, akhlak, atau kisah-kisah ummat
terdahulu yang ditimpa bencana akibat pengingkaran terhadap Nabi-nabi
terdahulu.[4]
Disamping itu, ayat-ayat
Makkiyah semuanya menggunakan redaksi Yaa Ayyuhannaas (Wahai
Manusia) dalam menyapa obyek dakwahnya. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah umumnya
menggunakan redaksi Yaa Ayyuhalladziina Aamanuu (Wahai
orang-orang yang beriman). Menurut Muhammad al-Hudhari, redaksi Yaa
Ayyuhalladziina Aamanuu dalam surat Madaniyah hanya terdapat
pada tujuh tempat saja, sedangkan sisanya memakai
ungkapan Yaa Ayyuhannaas. Hal ini menunjukan adanya perbedaan
perbedaan obyek dan orientasi dakwah pada dua periode tersebut.[5]
Setelah mendapat wahyu
digua Hira' dan secara resmi diangkat sebagai Nabi (utusan
Allah SWT), maka sasaran dakwah Nabi adalah keluarga dekat dan
sahabat-sahabatnya. Secara sembunyi-sembunyi beliau mengajak mereka agar
kembali kepada bangunan tauhid yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as dan
meninggalkan penyekutuan terhadap Allah SWT.
Dari sekian upaya yang
beliau lakukan, ada diantara mereka yang menerima secara langsung dan ada pula
yang menolaknya. Yang menolak ada yang dilakukan secara halus dan ada pula yang
dilakukan dengan kasar. Namun karena Nabi Muhammad mendapat pembelaan dari Abu
Thalib, sesepuh kaum Quraisy yang sangat dihormati, penolakan itu tidak sampai
menjurus kasar dan aniaya.[6]
Selain itu, Nabi juga acap
kali mengadakan dialog-dialog dan pertemuan-pertemuan tertutup dengan
pemimpin-pemimpin Quraisy, seraya mengharap semoga mereka masuk islam. Nabi
juga berkeliling kerumah-rumah penduduk atau kepasar-pasar seorang diri guna
menyeru masyarakat agar mereka menyembah Allah SWT dan meninggalkan
pemujaan-pemujaan terhadap berhala. Dan selama itu pula Nabi SAW tak jarang
mendapat cacian, cemoohan, hingga lemparan dari mereka yang tidak mau menerima
dakwah (ajakan) Nabi SAW.[7]
Walaupun demikian, tak
jarang pula ada yang bersimpati terhadap ajakan beliau, sehingga secara
sembunyi-sembunyi mereka menyatakan diri masuk Islam.
Beragam reaksi pun muncul,
terutama dari tokoh-tokoh masyarakat, saudagar-saudagar kaya, dan para pemilik budak
yang merasa terancam dengan dakwah Nabi SAW. Mereka menolak ajaran Nabi yang
menekankan keadilan sosial dan persamaan derajat. Sebab ajaran tersebut akan
mengancam status sosial dan kedudukan mereka.
Dalam perekembangan
berikutnya, beragam siasat dirancang untuk membatasi gerak Muhammad SAW. Salah
satunya adalah dengan melakukan tindak kekerasan terhadap para pemeluk agama
Islam. Secara keseluruhan, hampir semua umat Islam saat itu mendapat siksaan
yang pedih dari kaum Kafir Quraisy. Mereka diejek, disoraki, dilempari batu,
kotoran binatang, dihalangi melakukan ibadah di Ka'bah, dicambuk, bahkan
dijemur diterik matahari.[8]
Dari perlakuan semacam ini,
kemudian mendorong Nabi untuk mengungsikan para pengikutnya keluar dari kota
Makkah. Dan Habasyah (Ethiopia) adalah tempat yang dipilih Nabi SAW sebagai
tempat pengungsian, hal itu karena Raja Habasyah dikenal sebagai Raja yang Adil
dan lapang dada menerima tamu.
Dan pada bulan Rajab tahun
kelima setelah kenabian, berangkatlah 15 orang yang terdiri dari 10 Laki-laki
dan 4 orang perempuan menuju Habasyah. Sementara gelombang kedua berjumlah
80-an orang. Dengan demikian, jumlah kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah
berjumlah kurang lebih 100 Orang.[9]
Setelah kaum kafir Quraisy
tau dengan kejadian tersebut, maka kemudian mereka membuat strategi baru untuk
menghalangi dakwah Nabi SAW, yakni dengan melumpuhkan Bani Hasyim yang selama
ini selalu memberikan ruang gerak atas dakwah Nabi SAW. Dalam pandangan mereka,
kekuatan Nabi Muhammad SAW adalah terletak pada perlindungan Bani Hasyim
terhadapnya, sehingga jika Bani Hasyim dilumpuhkan, maka otomatis dakwah Nabi
pun akan ikut lumpuh. Kaum kafir Quraisy melarang siapapun untuk melakukan
hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk hubngan jual-beli, pernikahan dan lain
sebagainya. Akibatnya, para keluarga Bani Hasyim mengalami kelaparan,
kemiskinan, dan kesengsaraan mendalam, sehingga mereka memutuskan untuk
mengungsi kesuatu lembah diluar kota Makkah.
Pemboikotan yang
berlangsung selama tiga tahun ini, akhirnya dihentikan, karena diantara
pemimpin kafir Quraisy ada yang menyadari bahwa tindakan mereka itu sudah
sangat keterlaluan. Kesadaran itulah yang membuat mereka menghentikan blokade
massal dan membiarkan Bani Hasyim kembali ke kota Makkah serta bisa
berinteraksi dengan dunia luar.[10]
Walaupun telah membebaskan
Bani Hasyim dari belenggu pemboikotan, namun resistensi Kaum Quraisy terhadap
Nabi dan pengikutnya tidak banyak berubah.
Namun perlakuan semacam itu
tidak menyurutkan semangat Nabi untuk terus berjuang. Dan dalam kenyataannya,
jumlah pengikut Nabi kian hari kian bertambah, walaupun tekanan pihak kafir
Quraisy juga semakin gencar. Pada masa ini, mayoritas pengikut Nabi SAW adalah
kaum wanita, budak-budak, kaum pekerja, orang-orang miskin, dan orang-orang
tertindas. Hanya sedikit diantara mereka yang berasal dari golongan orang-orang
terpandang.
Perlakuan kurang manusiawi
Kafir Quraisy baru berhenti setelah Nabi dan sahabat-sahabatnya melakukan
Hijrah ke Madinah. Jarak yang sangat jauh antara Makkah dan Madinah, serta
perlindungan yang diberikan penduduk Madinah kepada kaum muslimin.
Selama 13 tahun Rasulullah
SAW berdakwah di Mekah bertemakan tauhid mengesakan ALLAH SWT & menentang
segala bentuk syirik kurafat tauhid dan tahyul. Penumpuan pada zaman ini lebih
kepada bersifat penyediaan individu yang mantap dan kuat dalam menentang
kegilaan para pelampau kafr dan musyrik kerana menghalang penyebaran dakwah
Islam. Jangka masa 13 tahun adalah kritikal dan menyesakan umat islam.
Periode Mekkah dapat dibagi
menjadi tiga tahapan:
1. Tahapan dakwah
sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
2. Tahapan dakwah
secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun
ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ke
Madinah.
3. Tahapan dakwah di
luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung
tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah- dan
berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Antara sumbangan dan
perubahan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di Mekah ialah:
Akidah
Rasulullah SAW telah
membawa perubahan besar dalam aspek ini. Semasa Zaman Jahiliyah sebahagian
besar masyarakatnya menyembah berhala ynag membawa konsep pelbagai tuhan, yang
kemudian berubah kepada akidah tauhid serta mengesakan Allah SWT dan menolak
segala yang menyekutukan Allah SWT. Hal ini merupakan suatu perubahan yang
besar dan agak sukar ditukar dalam kalangan masyarakat Arab, karena dari zaman
ke zaman mereka menyembah pelbagai berhala yang dijadikan sebagai tuhan mereka.
Akhlak
Di samping Rasulullah SAW
berusaha untuk memperbaiki akidah masyarakat Arab, baginda juga telah
bertungkus lumus untuk memperbaiki akhlak masyarakat Arab agar selaras dengan
ajaran Islam. Baginda menekankan konsep tolong menolong, hormat menghormati,
kasih mengasihi, suci hati, rela mengorbankan diri dan sebagainya demi
mewujudkan perpaduan umat. Baginda juga turut bertindak menentang adat istiadat
serta pegangan masyarakat yang membawa kesan buruk terhadap masyarakat seperti
semangat fanatik terhadap suku, dengki mendengki, dendam mendendami, bangga
membangga dan lain-lain yang boleh menjelaskan semangat keharmonian masyarakat.
[2] Peranan Quraisy semakin penting setelah diutusnya Nabi
Muhammad SAW (salah seorang turunan Quraisy) sebagai Rasul terakhir bagi umat
manusia. Apalagi intonasi bahasa arab (lahjat) yang digunakan
al-qur'an adalah lahjat suku Quraisy. Lihat Ahmad bin Abi
Ya'qub al-Abbasi, Op.cit. Vol I, hal 261
[4] Abdul Wahhab Khalaf, Khulashah al-Tasyri'
al-Islami, al-Daar al-Kuwaitiyah, Kuwait, cet ketiga 1388H/1968M, hal
9-10.
[6] Orang yang pertama kali masuk islam adalah istrinya, Khadijah, lalu
disusul oleh kemenakannya, Ali bin Abi Thalib, serta
sahabat karibnya, Abu Bakar dan Zaid bin
Haritsah (anak angkatnya) serta Ummu Aiman (salah
satu pengasuhnya sejak kecil). Abu Bakar sendiri
kemudian berhasil mengislamkan beberapa temannya, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam.
[7] Mengenai detai perjuangan-perjuangan Nabi SAW dan perlakuan
kasar yang beliau terima dari penduduk Makkah, silahkan buka antara lain : Abu
al-Fada' Ismail bin Umar bin Katsir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Maktabah
al-Ma'arif, Beirut, vol III, hal 41-46.
[8] Detil-detil penyiksaan terhadap kaum muslimin selama berada
di Makkah ini dapat anda teliti antara lain, pada Abdul Wahid
al-Syaibani, Al-Kamil fi al-Tarikh, Daar al-Kutub al-Ilmiyah,
Vol 2, tahun 1415H/1995M, hal 588-591.
[9] Kisah lengkap pengungsian kaum Muslimin ke Ethopia dan
penghormatannya dari Raja Najasyi terhadap mereka kaum muslim, dapat anda lihat
pada Ibnu Katsir, Op.cit hal 61-84, dan al-Syaibani, Op.cit hal 592-593.
[10] Kisah lengkap pemboikotan serta penderitaan yang dialami
Bani Hasyim selama pemboikotan, lihat Ibnu Katsir, Op.cit hal 84-92.
No comments:
Post a Comment