Secara umum, bangsa Arab
pra-Islam mempunyai banyak agama dan kepercayaan. Dimana setiap suku mempunyai
agama dan kepercayaan masing-masing yang berbeda satu sama lain. Sementara
agama sepeninggalan Nabi Ibrahim as. yakni agama tauhid yang mengakui bahwa
Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Esa dan pencipta semesta alam, merupakan agama
mayoritas yang dipeluk masyarakat arab, terutama suku Quraisy yang mendiami
kota Mekkah dan sekitarnya. Terbukti, mereka masih tetap mengakui eksistensi
ibadah haji, memuliakan bulan-bulan haram (bulan pelaksanaan ibadah haji),
mengingkari perbuatan-perbuatan aniaya dan terlarang, serta memberi sanksi bagi
pelaku pelanggaran. Kondisi semacam ini, terus berlangsung selama berabad-abad
lamanya.
Namun, seiring bergulirnya
waktu dan beralihnya generasi, agama ini mulai meluntur kemurniannya. Berbagai
macam penyimpangan, takhayul, kebejatan moral, bahkan penyekutuan terhadap
Allah SWT mulai menodai agama yang hanif ini.
Menurut para sejarahwan,
penyimpangan ini dimulai ketika Luhay bin 'Amr, salah seorang pemimpin Quraisy,
mengunjungi Syam (Suriah) yang warganya dikenal sebagai penyembah-penyembah
berhala. Ketika melihat upacara dan ritus penyembahan berhala yang dilakukan
Bangsa Persia, Luhay tentu saja heran sekaligus tertarik. "Apa yang kalian
lakukan terhadap berhala-berhala ini???" tanya Luhay kepada salah seorang
warga Syam. "Behala-berhala ini adalah sesembahan kami. Jika kami meminta
pertolongan kepadanya, maka ia akan segera menolong. Dan jika kami meminta
hujan, maka ia pun akan menurunkan hujan..!" jawabannya dengan penuh percaya
diri.
Mendengar penuturan warga
Syam tersebut, Luhay tentu saja kagum dibuatnya. Ia kemudian meminta kepada
warga tersebut agar diberikan satu berhala yang akan dibawanya pulang ke
Mekkah. Berhala itu menurut Luhay akan diletakkan disekitar Ka'bah, agar
orang-orang Arab yang melaksanakan ibadah haji dapat melihatnya dan dapat
meminta pertolongan kepadanya. Luhay kemudian diberi satu buah patung besar
yang bernama Hubbal, inilah patung yang pertama kali mendiami Ka'bah.[1] Bahkan
beberapa tahun kemudian, ada dua berhala baru, berbentuk fisik seorang
laki-laki dan perempuan yang ikut diletakkan disekitar Baitullah. Dua berhala
itu bernama Asaf dan Na'ilah yang dipasang
pada salah satu tiang Baitullah.
Kemudian, setiap kali
jama'ah haji yang hendak melaksanakan Thawaf sebagaimana
ajaran Nabi Ibrahim as., mereka terlebih dahulu bertanya kepada kepala-kepala
suku Quraisy, tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap berhala-berhala
tersebut. Suku Quraisy yang memang menjadi penjaga Ka'bah menyatakan bahwa
berhala-berhala itu akan membantu para jama'ah haji agar semakin dekat kepada
Allah SWT. Karena itu, menurut kepala Quraisy, berhala-berhala tersebut harus
dimuliakan saat seseorang melaksanakan ibadah Haji.[2] Dari
sinilah awal-awal mula penyelewengan terhadap agama Nabi Ibrahim as. dimulai.
[1] Abu al-Fath Muhammad bin Abdul Karim Syahrastani, al-Milal
wa al-Nihal, Daar al-kutub Ilmiyyah, Beirut, Vol. III, hal 648-649.
No comments:
Post a Comment