Wednesday 29 April 2020

Tayamum

Definisi Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah al-qashd, sebagaimana firman Allah swt. dalam QS al-Baqarah/2: 267.
ولا تيمموا الْخبيث منه تنفقون
Janganlah kamu bermaksud terhadap perkara yang buruk untuk kamu infakkan.  

Sedangkan secara istilah adalah menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci atas jalan yang tertentu sebagaimana firman Allah swt. (QS alMaidah/5: 6)

Artinya : Dan apabila kamu sekalian sakit atau dalam perjalanan, atau sehabis buang air besar, atau bercampur dengan perempuan (isteri), kemudian kamu tidak mendapatkan air (untuk bersuci), maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci). Sapulah muka dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS al-Maidah/5: 6).  

1) Sebab dilakukan tayamum  
Adapun sebab-sebab disyariatkannya tayamum adalah: 
a) Tidak ada air sama sekali atau ada air tetapi tidak cukup untuk dipakai bersuci, berdasarkan hadis Imran bin Husein ra katanya:

ان رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى رجلا معتزلا لم يصل مع القوم ، فقال ما يمنعك يَا فلان ان تصلى فى القوم؟ فقال يَا رسول الله اصابتنى جنابة ولا ماء. فقال عليك بالصعيد فانه يكفيك 

Bahwa Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki yang memencil dan tidak salat bersama kaumnya. Rasul kemudian bertanya, “Kenapa Anda tidak salat?” Ujarnya, “Saya dalam keadaan junub, sedang tidak ada air.” Maka Nabi bersabda, “Pergunakanlah tanah, demikian itu cukup bagi Anda.” (HR. Bukhari dan Muslim).  

b) Jika seseorang mempunyai luka atau ditimpa sakit dan ia khawatir dengan memakai air itu penyakitnya jadi bertambah atau lama sembuhnya, baik hal itu diketahuinya sebagai hasil pengalaman atau atas nasihat dokter yang dapat dipercaya berdasarkan hadis Jabir r.a katanya:
Suatu ketika kami pergi untuk perjalanan. Kebetulan salah seorang di antara kami ditimpa sebuah batu yang melukai kepalanya. Kemudian orang itu bermimpi, lalu menanyakan kepada teman-temannya: “Menurut tuan-tuan, dapatkah saya ini keringanan untuk bertayamum?” ujar mereka: “Tak ada bagi Anda keringanan, karena anda bisa mendapatkan air.” Maka orang itupun mandilah dan kebetulan meninggal dunia. Kemudian setelah kami berada di hadapan Rasulullah saw. kami sampaikan peristiwa itu kepadanya. Maka ujarnya, “Mereka telah membunuh orang itu, tentu mereka dibunuh pula oleh Allah! Kenapa mereka tidak bertanya jika tidak tahu? Obat bodoh tidak lain hanyalah dengan bertanya! Cukuplah bila orang itu bertayamum dan mengeringkan lukanya, atau membalut lukanya dengan kain lalu menyapu bagian atasnya, kemudian membasuh seluruh tubuhnya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Daruquthni serta dishahihkan oleh Ibnu Sikkin). 

c) Jika air terlalu dingin dan keras dugaannya akan timbul bahaya disebabkan menggunakannya, dengan syarat ia tak sanggup memanaskan air tersebut, walau hanya dengan jalan diupahkan. Atau jika seseorang tidak mudah masuk kamar mandi, berdasarkan hadis Amar bin ‘Ash bahwa tatkala ia dikirim dalam pertempuran berantai, ia berkata, “Pada waktu malam yang amat dingin saya bermimpi. Saya khawatir akan mati jika saya terus juga mandi, maka sayapun bertayamum lalu salat Subuh bersama para sahabat lainnya.” Kemudian tatkala kami telah pulang kepada Rasulullah saw. hal itupun mereka sampaikan kepadanya. Maka Rasulullah saw. bersabda:

يَا عمرو صليت بَصحابك وانت جنب؟ فقلت ذكرت قول الله عز وجل ) ولا تقتلوا انفسكم ان الله  كان بكم رحيما  (فتيممت ثم صليت. فضحك رسول الله ولم يقل شيئا )رواه احمد وابو داود والَاكم والدارقطنى وابن ماجه وابن حبان وعلقه البخارى(

“Hai Amar! Betulkah anda melakukan salat bersama para sahabat padahal ketika itu Anda dalam keadaan junub?” Jawabku, “Aku teringat akan firman Allah Azza wa Jalla, “Janganlah kamu sekali membunuh dirimu! Sungguh Allah maha penyayang terhadap kamu sekalian (al-Nisa/4: 29). Maka akupun bertayamum lalu salat.” Rasulullah hanya tertawa dan tidak mengatakan apaapa." (HR. Ahmad, Abu Daud, Hakim, Daruquthni, dan Ibnu Hibban, sementara Bukhari mengatakan hadis ini muallaq).  

d) Apabila air yang tersedia hanya sedikit sekali dan diperlukan di waktu sekarang atau masa depan yang dekat untuk minumnya atau minum orang lain, atau binatang (walaupun seekor anjing) atau untuk memasak makanannya, atau mencucui pakaian salatnya yang terkena najis. 

2) Rukun-Rukun Tayamum 
a) Niat 
b) Debu yang suci, menurut pendapat empat mazhab yang diuraikan oleh al-Jaziri. Menurutu ulama Syafi’iyah yang dimaksud al-sha’id al-thahur adalah debu yang memiliki ghibar (ngebul). Menurut ulama Hanabilah, sha’id adalah jenis debu yang suci. Menurut ulama Hanafiyah, segala macam yang termasuk dari jenis bumi, seperti pasir, batu, kerikil dan lain sebagainya. Sedangkan menurut ulama Malikiyah adalah segala yang ada di atas bumi.  
c) Menyapu seluruh wajah 
d) Menyapu kedua tangan sampai siku. Menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah wajib menyapu tangan hanya sampai pergelangan. Adapun sampai ke dua siku adalah sunah.  

3) Kaifiyat Tayamum 
Menurut Sayid Sabiq, hendaklah orang yang bertayamum berniat lebih dahulu, kemudian membaca basmalah dan memukulkan kedua telapak tangan ke tanah yang suci, lalu menyapukannya ke muka Begitupun kedua belah tangannya sampai pergelangan tangan. Mengenai hal ini tak ada keterangan yang lebih sah dan lebih tegas dari hadis Umar r.a. katanya, “Aku junub dan tidak mendapatkan air, maka aku bergelimang dengan tanah lalu salat, kemudian kuceritakan hal itu kepada Nabi saw., maka beliau bersabda, “Cukup bila Anda lakukan seperti ini, dipukulkannya kedua telapak tangannya ke tanah, lalu dihembusnya dan kemudian disapukannya ke muka dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim). 
Menurut Sayid Sabiq bahwa tayamum sama dengan wudu, tidak disyaratkan masuknya waktu, serta bagi orang yang telah bertayamum dibolehkan melakukan beberapa salat baik fardu maupun sunah sebanyak yang dikehendaki. Hal ini didasarkan dari Abu Dzar r.a.:
“Bahwa Nabi saw. bersabda, “Tanah itu mensucikan orang Islam, walau ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Maka seandainya ia telah mendapatkan air, hendaklah dibasuhkannya ke kulitnya karena demikian lebih baik.” (HR. Ahmad dan Turmudzi yang menyatakannya shahih).   
Tayamum menjadi batal oleh sesuatu yang membatalkan wudu. Begitupun ia batal disebabkan adanya air. Tetapi, bila seseorang melakukan salat dengan tayamum kemudia ia menemukan air, maka ia tidak wajib mengulang salatnya walaupun waktu salat masih ada. Hal ini didasarkan pada hadis dari Abu Said al-Khudri r.a. berkata, “Dua orang laki-laki pergi melakukan suatu perjalanan. Maka datanglah waktu salat sedang mereka tidak membawa air, maka mereka bertayamum dengan tanah yang baik kemudiann mengerjakan salat. Kemudian tidak lama, mereka menemukan air. Maka yang seorang mengulangi wudu dan sembahyang, sedang yang seorang lagi tidak mengulangnya. Lalu mereka datang kepada Nabi saw. dan menceritakan peristiwa itu. Nabi saw. pun bersabda kepada orang yang tidak mengulang: “Anda telah berbuat sesuai dengan sunah, dan salat Anda telah terpenuhi”. Ia bersabda pula kepada orang yang mengulang wudu dan salatnya, “Anda mendapat ganjaran dua kali lipat.” (HR. Abu Daud dan Nasai).  
Tetapi bila menemukan air itu, atau dapat menggunakannya setelah mulai salat tapi belum selesai, maka tayamum jadi batal dan ia harus mengulangi bersuci dengan memakai air. Seandainya orang junub atau perempuan haid bertayamum kemudian salat, tidaklah wajib ia mengulangnya. Hanya ia wajib mandi bila telah dapat menemukan air.  

4) Mengusap di atas Pembalut (Perban atau Plaster) 
a) Seorang penderita luka yang khawatir jika menggunakan air dalam wudu atau mandi akan menambah parah lukanya itu atau memperlambat kesembuhannya, dibolehkan mengusap (dengan tangan yang basah) anggota tubuhnya yang terluka. Apabila hal itu membahayakan, hendaknya ia menutup luka itu dengan perban atau pembalut lain. Sebagai pengganti bagian tubuhnya yang tertutup pembalut dan tidak terkena air, hendaklah ia bertayamum. Boleh juga ia mendahulukan tayamumnya sebelum wudu atau mandi.  
b) Cara bersuci di atas pembalut seperti ini menjadi batal, apabila ia dibuka atau luka itu telah sembuh. Segera setelah sembuh, pembalut harus dibuka dan sejak itu harus bersuci kembali secara sempurna. 
c) Apabila yang dibalutkan itu sekitar anggota wudu, maka dibolehkan mengusapkan di atas pembalutnya itu dengan air, sekalipun tidak terkena anggota wudu, tetapi salatnya harus diulangi. Jika sebelum dibalutkan ia dalam keadaan tidak berwudu. Tetapi jika sebelum dibalutkan dalam keadaan berwudu, maka salatnya tidak harus diulang.

No comments:

Post a Comment