Definisi Tayamum
Tayamum secara
bahasa adalah al-qashd, sebagaimana firman Allah swt. dalam QS al-Baqarah/2:
267.
ولا تيمموا الْخبيث منه تنفقون
Janganlah kamu
bermaksud terhadap perkara yang buruk untuk kamu infakkan.
Sedangkan
secara istilah adalah menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci atas
jalan yang tertentu sebagaimana firman Allah swt. (QS alMaidah/5: 6)
Artinya : Dan
apabila kamu sekalian sakit atau dalam perjalanan, atau sehabis buang air
besar, atau bercampur dengan perempuan (isteri), kemudian kamu tidak
mendapatkan air (untuk bersuci), maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci).
Sapulah muka dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
(QS al-Maidah/5: 6).
1) Sebab dilakukan tayamum
Adapun
sebab-sebab disyariatkannya tayamum adalah:
a) Tidak ada
air sama sekali atau ada air tetapi tidak cukup untuk dipakai bersuci,
berdasarkan hadis Imran bin Husein ra katanya:
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى رجلا معتزلا لم يصل مع
القوم ، فقال ما يمنعك يَا فلان ان تصلى فى القوم؟ فقال يَا رسول الله اصابتنى
جنابة ولا ماء. فقال عليك بالصعيد فانه يكفيك
Bahwa
Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki yang memencil dan tidak salat bersama
kaumnya. Rasul kemudian bertanya, “Kenapa Anda tidak salat?” Ujarnya, “Saya
dalam keadaan junub, sedang tidak ada air.” Maka Nabi bersabda, “Pergunakanlah
tanah, demikian itu cukup bagi Anda.” (HR. Bukhari dan Muslim).
b) Jika
seseorang mempunyai luka atau ditimpa sakit dan ia khawatir dengan memakai air
itu penyakitnya jadi bertambah atau lama sembuhnya, baik hal itu diketahuinya
sebagai hasil pengalaman atau atas nasihat dokter yang dapat dipercaya
berdasarkan hadis Jabir r.a katanya:
Suatu ketika kami pergi untuk perjalanan. Kebetulan salah seorang di antara
kami ditimpa sebuah batu yang melukai kepalanya. Kemudian orang itu bermimpi,
lalu menanyakan kepada teman-temannya: “Menurut tuan-tuan, dapatkah saya ini
keringanan untuk bertayamum?” ujar mereka: “Tak ada bagi Anda keringanan,
karena anda bisa mendapatkan air.” Maka orang itupun mandilah dan kebetulan
meninggal dunia. Kemudian setelah kami berada di hadapan Rasulullah saw. kami sampaikan
peristiwa itu kepadanya. Maka ujarnya, “Mereka telah membunuh orang itu, tentu
mereka dibunuh pula oleh Allah! Kenapa mereka tidak bertanya jika tidak tahu?
Obat bodoh tidak lain hanyalah dengan bertanya! Cukuplah bila orang itu
bertayamum dan mengeringkan lukanya, atau membalut lukanya dengan kain lalu
menyapu bagian atasnya, kemudian membasuh seluruh tubuhnya.” (HR. Abu Daud,
Ibnu Majah dan Daruquthni serta dishahihkan oleh Ibnu Sikkin).
c) Jika air
terlalu dingin dan keras dugaannya akan timbul bahaya disebabkan
menggunakannya, dengan syarat ia tak sanggup memanaskan air tersebut, walau
hanya dengan jalan diupahkan. Atau jika seseorang tidak mudah masuk kamar
mandi, berdasarkan hadis Amar bin ‘Ash bahwa tatkala ia dikirim dalam
pertempuran berantai, ia berkata, “Pada waktu malam yang amat dingin saya
bermimpi. Saya khawatir akan mati jika saya terus juga mandi, maka sayapun
bertayamum lalu salat Subuh bersama para sahabat lainnya.” Kemudian tatkala
kami telah pulang kepada Rasulullah saw. hal itupun mereka sampaikan kepadanya.
Maka Rasulullah saw. bersabda:
يَا عمرو صليت بَصحابك وانت جنب؟ فقلت ذكرت قول الله عز وجل
) ولا تقتلوا انفسكم ان الله كان بكم رحيما
(فتيممت ثم صليت. فضحك رسول
الله ولم يقل شيئا )رواه احمد وابو
داود والَاكم والدارقطنى وابن ماجه وابن حبان وعلقه البخارى(
“Hai Amar!
Betulkah anda melakukan salat bersama para sahabat padahal ketika itu Anda
dalam keadaan junub?” Jawabku, “Aku teringat akan firman Allah Azza wa Jalla,
“Janganlah kamu sekali membunuh dirimu! Sungguh Allah maha penyayang terhadap
kamu sekalian (al-Nisa/4: 29). Maka akupun bertayamum lalu salat.” Rasulullah
hanya tertawa dan tidak mengatakan apaapa." (HR. Ahmad, Abu Daud, Hakim,
Daruquthni, dan Ibnu Hibban, sementara Bukhari mengatakan hadis ini muallaq).
d) Apabila air
yang tersedia hanya sedikit sekali dan diperlukan di waktu sekarang atau masa
depan yang dekat untuk minumnya atau minum orang lain, atau binatang (walaupun
seekor anjing) atau untuk memasak makanannya, atau mencucui pakaian salatnya yang
terkena najis.
2) Rukun-Rukun Tayamum
a) Niat
b) Debu yang
suci, menurut pendapat empat mazhab yang diuraikan oleh al-Jaziri. Menurutu
ulama Syafi’iyah yang dimaksud al-sha’id al-thahur adalah debu yang memiliki
ghibar (ngebul). Menurut ulama Hanabilah, sha’id adalah jenis debu yang suci.
Menurut ulama Hanafiyah, segala macam yang termasuk dari jenis bumi, seperti
pasir, batu, kerikil dan lain sebagainya. Sedangkan menurut ulama Malikiyah
adalah segala yang ada di atas bumi.
c) Menyapu
seluruh wajah
d) Menyapu
kedua tangan sampai siku. Menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah wajib menyapu
tangan hanya sampai pergelangan. Adapun sampai ke dua siku adalah sunah.
3) Kaifiyat Tayamum
Menurut Sayid
Sabiq, hendaklah orang yang bertayamum berniat lebih dahulu, kemudian membaca
basmalah dan memukulkan kedua telapak tangan ke tanah yang suci, lalu
menyapukannya ke muka Begitupun kedua belah tangannya sampai pergelangan
tangan. Mengenai hal ini tak ada keterangan yang lebih sah dan lebih tegas dari
hadis Umar r.a. katanya, “Aku junub dan tidak mendapatkan air, maka aku
bergelimang dengan tanah lalu salat, kemudian kuceritakan hal itu kepada Nabi
saw., maka beliau bersabda, “Cukup bila Anda lakukan seperti ini, dipukulkannya
kedua telapak tangannya ke tanah, lalu dihembusnya dan kemudian disapukannya ke
muka dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Sayid
Sabiq bahwa tayamum sama dengan wudu, tidak disyaratkan masuknya waktu, serta
bagi orang yang telah bertayamum dibolehkan melakukan beberapa salat baik fardu
maupun sunah sebanyak yang dikehendaki. Hal ini didasarkan dari Abu Dzar r.a.:
“Bahwa Nabi
saw. bersabda, “Tanah itu mensucikan orang Islam, walau ia tidak mendapatkan
air selama sepuluh tahun. Maka seandainya ia telah mendapatkan air, hendaklah
dibasuhkannya ke kulitnya karena demikian lebih baik.” (HR. Ahmad dan Turmudzi
yang menyatakannya shahih).
Tayamum menjadi
batal oleh sesuatu yang membatalkan wudu. Begitupun ia batal disebabkan adanya
air. Tetapi, bila seseorang melakukan salat dengan tayamum kemudia ia menemukan
air, maka ia tidak wajib mengulang salatnya walaupun waktu salat masih ada. Hal
ini didasarkan pada hadis dari Abu Said al-Khudri r.a. berkata, “Dua orang
laki-laki pergi melakukan suatu perjalanan. Maka datanglah waktu salat sedang
mereka tidak membawa air, maka mereka bertayamum dengan tanah yang baik
kemudiann mengerjakan salat. Kemudian tidak lama, mereka menemukan air. Maka
yang seorang mengulangi wudu dan sembahyang, sedang yang seorang lagi tidak
mengulangnya. Lalu mereka datang kepada Nabi saw. dan menceritakan peristiwa
itu. Nabi saw. pun bersabda kepada orang yang tidak mengulang: “Anda telah
berbuat sesuai dengan sunah, dan salat Anda telah terpenuhi”. Ia bersabda pula
kepada orang yang mengulang wudu dan salatnya, “Anda mendapat ganjaran dua kali
lipat.” (HR. Abu Daud dan Nasai).
Tetapi bila
menemukan air itu, atau dapat menggunakannya setelah mulai salat tapi belum
selesai, maka tayamum jadi batal dan ia harus mengulangi bersuci dengan memakai
air. Seandainya orang junub atau perempuan haid bertayamum kemudian salat,
tidaklah wajib ia mengulangnya. Hanya ia wajib mandi bila telah dapat menemukan
air.
4) Mengusap di atas Pembalut (Perban atau Plaster)
a) Seorang
penderita luka yang khawatir jika menggunakan air dalam wudu atau mandi akan
menambah parah lukanya itu atau memperlambat kesembuhannya, dibolehkan mengusap
(dengan tangan yang basah) anggota tubuhnya yang terluka. Apabila hal itu
membahayakan, hendaknya ia menutup luka itu dengan perban atau pembalut lain.
Sebagai pengganti bagian tubuhnya yang tertutup pembalut dan tidak terkena air,
hendaklah ia bertayamum. Boleh juga ia mendahulukan tayamumnya sebelum wudu
atau mandi.
b) Cara bersuci
di atas pembalut seperti ini menjadi batal, apabila ia dibuka atau luka itu
telah sembuh. Segera setelah sembuh, pembalut harus dibuka dan sejak itu harus
bersuci kembali secara sempurna.
c) Apabila yang
dibalutkan itu sekitar anggota wudu, maka dibolehkan mengusapkan di atas
pembalutnya itu dengan air, sekalipun tidak terkena anggota wudu, tetapi
salatnya harus diulangi. Jika sebelum dibalutkan ia dalam keadaan tidak
berwudu. Tetapi jika sebelum dibalutkan dalam keadaan berwudu, maka salatnya
tidak harus diulang.
No comments:
Post a Comment