1.
Pengertian Hadas dan Macam-macamnya
Hadas
adalah sesuatu yang mewajibkan wudu atau mandi. Bersuci dari hadas hanya dapat
dilakukan dengan wudu atau mandi dengan air suci mensucikan, dan jika tidak ada
air dapat dilakukan dengan tayammum. Sesuatu yang mewajibkan wudu disebut hadas
kecil dan sesuatu yang mewajibkan mandi disebut hadas besar. Adapun sesuatu
yang mewajibkan wudu adalah meliputi sesuatu yang membatalkan wudu.
a. Sesuatu yang keluar dari dua jalan
(dubur atau kubul) seperti kencing, buang air besar, haid, nifas, air mani,
mazi, dan wadi. firman Allah swt. berfirman:
أو جاء أحد منكم من الغائط
Atau apabila salah seorang di antaramu
keluar dari kakus.
Maksudnya
sindiran terhadap buang air, baik kecil maupun besar.
فيه
الوضوء ولقول ابن عباس رضي الله عنهما اما المني فهو الذي منه الغسل واما المذي
والودي فقال أغسل ذكرك أو مذاكيْك وتوضا وضوءك للصلاة (رواه البيهقى فى السنن (
Dikarenakan
harus berwudu, karena perkataan Ibnu Abbas ra mengenai mani, itulah yang
diwajibkan mandi karenanya. Adapun mazi dan wadi, maka hendaklah kamu basuh
kemaluanmu atau sekitarnya, kemudian berwudulah yakni wudu untuk salat”.
b.
Sesuatu yang tidak keluar dari dua jalan dubur dan qubul, yaitu meliputi:
Hilang akal, seperti gila, pingsan, tidak sadar disebabkan khamar, ganja,
morfin, dan tidur. Yang menjadi perselisihan ulama adalah tidur. Bagaimana
tidur yang menyebabkan batal wudu’.
Rasulullah saw. bersabda:
(ان
الوضوء لا يجب الا على من نام مضطجعا فانه اذا اضطجع استرخت مفاصله (رواه ابو داود والترمذى
Sesungguhnya wudu itu tidak wajib
kecuali bagi orang yang tidur terlentang, sebab apabilah tidur terlentang, akan
terbuka jalan lubang kubul.” (HR. Abu Daud dan Tumudzi).
Hadis di atas dipahami oleh para ulama
mazhab dengan pendapat yang berbeda, seperti ulama Hanabilah, tidur yang
mebatalkan wudu adalah tidur dalam setiap keadaan dengan waktu yang cukup lama.
Ketika tidur sebentar dalam keadaan terlentang tidak membatalkan wudu sehingga
mudhtaji’an di sana adalah tidur yang lama.
Ulama Syafi’iyah: tidur yang
membatalkan wudu adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasul yaitu tidur
terlentang, tidur duduk tidak membatalkan, sekalipun tidurnya lama.
Ulama Malikiyah: tidur yang membatalkan
wudu adalah tidur yang pulas sebentar atau lama dalam setiap keadaan, duduk,
sujud, atau berbaring. Tidur dengan terlentang dalam keadaan lama tetapi
gelisah tidak pulas tidak membatalkan wudu tetapi disunnatkan wudu’.
Ulama Hanafiyah: tidur yang membatalkan
wudu adalah tidur dalam tiga keadaan: tidur terlentang, tidur bersandar ke
dinding, dan tidur duduk dengan kepala di atas lutut. Selain dari tiga keadaan
tidur ini tidak membatalkan wudu.
c. Menyentuh wanita dengan syahwat
Menurut Imam Syafi’i menyentuh wanita
membatalkan wudu, baik yang disentuhnya laki-laki maupun perempuan tua ataupun
muda tanpa ada kenikmatan syahwat, tetapi dengan syarat tidak ada penghalang.
Imam Hambali berpendapat bahwa wudu
menjadi batal apabila menyentuh wanita dengan syahwat tanpa penghalang meskipun
yang disentuhnya mahram, dalam keadaan hidup atau mati, tua atau muda, kecil
atau besar. Imam Malikiyah berpendapat bahwa wudu batal dengan syarat: bagi
yang menyentuh sudah balig dan bermaksud untuk mendapat kenikmatan sekalipun
tidak memperoleh kenikmatan. Syarat bagi yang disentuh jika dia telanjang atau
tertutup dengan kain tipis. Jika kain tebal tidak batal. Imam Hanafiyah
memandang tidak batal karena menyentuh sekalipun telanjang. Suami dan isteri
yang tidur dengan telanjang tidak batal wudunya. Kecuali dalam dua keadaan:
keluar sesuatu dan bersentuhan dua parji.
d. Menyentuh kemaluan dengan tanpa
penghalang
Menurut tiga imam seperti Imam Syafi’i,
Maliki, dan Hambali bahwa menyentuh kemaluan dengan tanpa penghalang adalah
membatalkan wudu berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
من مس ذكره فليتوضأ
Barang siapa yang menyentuh
kemaluannya, maka hendaklah berwudu.
Menurut Imam Hanafiyah menyentuh zakar
tidak membatalkan wudu sekalipun dengan syahwat, tetapi disunahkan berwudu.
Dalil yang digunakan oleh Imam Hanafiyah adalah sabda Rasulullah saw.:
(ان النبي صلى الله عليه وسلم سئل من رجل يمس ذكره فى الصلاة
فقال: (هل هو الا بضعة منك
Sesungguhnya Nabi Saw. ditanya tentang
seorang laki-laki yang menyentuh kemaluannya dalam salat. Rasul pun menjawab:
Tidaklah zakar (kemaluan) itu kecuali seperti anggota tubuh darimu.
Hadis tersebut dapat dipahami bahwa
menyentuh zakar sama dengan menyentuh telinga, pipi, dan anggota tubuh lainnya,
sehingga tidak membatalkan wudu.
Menurut Imam Hanafi, dalil yang
digunakan oleh ketiga Imam di atas adalah anjuran untuk mencuci tangan, bukan
berwudu. Adapun hadas besar adalah
sesuatu yang mewajibkan mandi. Ada beberapa hal yang mewajibkan mandi besar,
yaitu:
1) Berjimak, baik keluar mani maupun
tidak.
Sabda Rasulullah saw.:
اذا التقى الْتانان فقد وجب الغسل وان لم ينزل )رواه مسلم(
Apabila dua khitan bertemu, maka
sesungguhnya telah diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani. (HR.
Muslim).
2) Mani.
Sabda Rasulullah saw.:
عن ام سلمة ان ام
سليم قالت يَ رسول الله ان الله لا يستحيى من الَق فهل على المرأة الغسل اذا احتلمت؟ قال نعم اذا رأت الماء) متفق عليه(
Dari Ummi Salamah, Sesungguhnya Ummi
Sulaim telah bertanya kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah
tidak malu mempertanyakan yang hak. Apakah perempuan wajib mandi apabila
bermimpi? Jawab beliau, “Ya (wajib atasnya mandi), apabila ia melihat air mani.
(Muttafaq ‘alaih).
3) Mati
Orang yang mati pun diwajibkan mandi,
tentunya dimandikan oleh kerabat atau orang khusus yang biasa memandikan mayat,
kecuali orang yang mati syahid.
4) Haid /Nifas
Haid adalah darah yang keluar dari
kemaluan kaum hawa yang rutin setiap bulan, minimal darah haid adalah setetes
(sekecretan) dan maksimalnya adalah lima belas hari. Lebih dari itu adalah
darah penyakit yang disebut darah istihadhah. Atau jika keadaan keluar darahnya
secara terputus-putus, misalnya dua hari haid dan dua hari suci, kemudian
keluar lagi dan berhenti lagi, maka seluruh hari haid dan hari suci dijumlah
sehingga mencapai lima belas hari. Setelah itu, apabilah masih keluar juga,
maka ia dianggap darah istihadhah (darah penyakit).
Nifas adalah darah yang keluar dari
rahim karena melahirkan walaupun dalam keadaan keguguran. Lamanya tidak dapat
ditentukan. Adakalanya sebentar saja, tetapi pada umumnya selama empat puluh
hari, dan paling lama enam puluh hari.
Darah nifas pada hakikatnya adalah
kumpulan darah haid karena pada masa kehamilan selama sembilan bulan seorang
wanita hamil tidak mengalami haid.
Bagi wanita yang keluar haid/nifas ini
diwajibkan mandi. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لفاطمة بنت ابى حبيش اذا
اقبلت الَيضة فدعى الصلاة واذا ادبرت فاغتسلى وصلى رواه البخا رى
Beliau berkata kepada Fatimah bin Abi
Hubaisy, “Apabila dating haid itu, hendaklah engkau tinggalkan salat, dan
apabila habis haid itu, hendaklah engkau mandi dan salatlah. (HR.
Bukhari).
Setelah melahirkan seorang ibu pun
diwajibkan untuk mandi, bukan mandi karena keluar darah haid, melainkan mandi
setelah melahirkan untuk menyegarkan dan menyehatkannya setelah melahirkan
seorang anak.
No comments:
Post a Comment